Berharap Adhyaksa Dault bisa cerminkan jiwa pramuka dalam politik

Berharap Adhyaksa Dault Bisa Cerminkan Jiwa Pramuka dalam Berpolitik 

Salah satu sosok tokoh muda energik yang bakal maju Pilgub DKI2017 adalah Adhyaksa Dault. Banyak orang lebih mengenal tokoh ini sebagai mantan Menpora era SBY. Saya mulai mengikuti perkembangan Adhyaksa Dault sejak dia sering menulis sekitar akhir tahun 90-an di harian Kompas pada kolom opini. Kolom ini merupakan bacaan favorit saya di harian Kompas cetak (selain kolom kecil dari Mang Usil..heu heu.heu! ). Sebagai Aktivis dan Intelektual Nasionalis Tulisannya sangat bernas yang menggambarkan pandangannya tentang bernegara dan Kebangsaan dalam bingkai NKRI. Satu hal yang kuat dari dirinya adalah kesadaran akan pluralisme dan kebhinekaan Indonesia. 

Sejak itu saya memperkirakan dia akan jadi tokoh nasional , bersama sejumlah cendikiawan muda yang sering menulis di Kompas waktu itu seperti Anas Urbaningrum, Andi Malaranggeng, Eep Saifuloh Fatah, Saldi Isra, Drajat Wibowo, dan lain-lain. Perkiraan itu terbukti, tak lama Adhyaksa Dault terpilih jadi Ketua Umum KNPI. Seperti para pendahulunya, misalnya Akbar Tanjung dan Agung Laksono, jadi ketua KNPI makin dekat meraih jabatan menteri. Pada masa itu Adhyaksa Dault sering jadi narasumber dialog di televisi. Dalam dialog-dialog hangat itu, spirit ke-Indonesiaannya dia ungkapkan secara lantang. Saya pikir, ini orang hebat, mampu mengartikulasikan pemikiran dan idealisme secara lugas. Saat presiden SBY berkuasa, nama Adhyaksa Dault masuk dalam kabinet. Saya sedikit kaget ternyata beliau 'mewakili' partai PKS yang berbasis agama, bukan nasionalis seperti PDIP, Demokrat, tatau Golkar. No problemo, inilah 'asiknya' bahwa sosok nasionalis Adhyaksa Dault mampu memberi warna baru dalam PKS. . Menjadi Menpora cocok untuk seorang Adhyaksa Dault. Dia sosok muda yang idealis, nasionalis dan penuh semangat. Waktu itu saya perkirakan dia akan menjadi 'anak' kesayangan SBY karena profilnya itu 'nyambung' dengan idealisme SBY. Namun kemudian saya heran ketika ressufle kabinet Adhyaksa Dault ikut tergusur. Menjadi Pramuka Aktif Usai menjadi menteri, 


Adhyaksa Dault jadi ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka (Kwarnas Pramuka) periode 2013-2018. Kwarnas merupakan satuan organisasi yang mengelola Gerakan Pramuka. Pramuka (Praja Muda Karana) punya arti Orang Muda yang Suka Berkarya. Pramuka merupakan organisasi non formal yang melatih kepanduan anak-anak muda Indonesia. Kini banyak sekolah menjadikan Pramuka sebagai kegiatan wajib intra sekolah dari tingkat SD-SMP-SMA, meliputi tingkatan Pramuka Siaga (7-10 tahun), Pramuka Penggalang (11-15 tahun), Pramuka Penegak (16-20 tahun) dan Pramuka Pandega (21-25 tahun). Anggota Pramuka diikat oleh dua janji, yakni Tri Satya dan Dasa Dharma Pramuka. 

Trisatya berisi sebagai berikut ; Demi kehormatanku aku berjanji akan bersungguh-sungguh : 1. Menjalankan kewajibanku terhadap Tuhan dan Negara Kesatuaan Republik Indonesia. 2. Menolong sesama hidup dan mempersiapkan diri membangun masyarakat. 3. menepati Dasa Dharma. 

Sementara Dasa Dharma adalah sepuluh Kebajikan yang menjadi pedoman bagi Pramuka dalam bertingkah laku sehri-hari. Isi dan Arti Dasa Dharma adalah sebagai berikut : Pramuka itu : 1. Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2. Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia. 3. Patriot yang sopan dan kesatria. 4. Patuh dan suka bermusyawarah. 5. Rela menolong dan tabah. 6. Rajin, trampil dan gembira. 7. Hemat, cermat dan bersahaja. 8. Disiplin, berani dan setia. 9. Bertanggung jawab dan dapat dipercaya. 10. Suci dalam pikiran perkataan dan perbuatan. 


Nilai-nilai luhur yang diajarkan dalam Tri Satya dan Dasa Dharma Pramuka membentuk jiwa dan suasana batin seorang pramuka untuk cinta terhadap sesama tanpa membedakan-bedakan SARA. Kecintaan pada tanah air dan bangsa jadi spirit menatap masa depan, membangun bangsa dan negara. Mereka sangat patuh akan Kakak Pembina yang merupakan panutan bersama. Seorang Kakak Pembina dalam kepramukaan merupakan sosok panutan bagi adik-adik pramuka binaan. Dengan menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional maka Adhyaksa Dault merupakan panutan seluruh anak muda anggota pramuka di Indonesia ! Sepak terjangnya dimanapun berada tak lepas dari pengamatan seluruh anggota Pramuka yang merupakan anak muda bangsa Indonesia. Adhyaksa Dault dan Ahok - lawannya dalam Pilgub DKI2017, sumber gambar ; poskotanews.com Titik Kritis Adhyaksa Dault Ada hal yang membedakan seorang tokoh politik yang bersetting organisasi/lembaga seperti TNI, Parpol, dan lain lain yang dihuni 'orang-orang dewasa'. Setiap lembaga lingkupnya terbatas di organisasinya saja. Mereka sudah 'tahu sama tahu' tentang sepak terjang politik tokohnya dikaitkan dengan sumpah organisasi, artinya ; Orang-orang tersebut bisa memilih dan memilah sang tokoh organisasinya sesuai kepentingan. Baik dan buruk kelakuan si Tokoh tak begitu mempengaruhi pikiran dan suasana batin mereka. Sang tokoh bukan panutan yang absolut bagi anggotanya. Sementara organisasi Pramuka lingkupnya lebih luas, yakni seluruh jiwa-jiwa muda yang idealis. Mereka adalah anak-anak bangsa yang umumnya sedang mengenyam pendidikan dari tingkat dasar hingga menengah serta perguruan tinggi. Mereka cenderung melihat segala sesuatu hitam putih. Bagi mereka, Kakak Pembina merukapan sosok panutan yang sangat dihormati. Bagi mereka, kakak pembina adalah orang yang mampu menjalankan Tri Satya dan Dasa Dharma Pramuka. Disinilah titik kritis seorang Adhyaksa Dault, yakni dia sebagai Ketua Kwartir Nasional (Kakak Pembina) dan juga Tokoh Politik. Situasi politik kontemporer Indonesia yang terang benderang menampilkan kegaduhan, intrik,tertangkapnya tokoh politik karena Korupsi, dan lain-lain memunculkan preseden negatif di mata masyarakat. Publik pun apatis dan skeptis terhadap parpol dan tokoh politik. Dalam politik kontemporer Indonesia, menyerang lawan dengan isu-isu SARA, melecehkan sisi pribadi lawan, dan lain-lain dengan maksud menciptakan opini di masyarakat yang sekaligus melemahkan mental lawan seolah sudah menjadi hal lumrah. Banyak contoh sudah dilakukan oleh para pelaKu politik. Preseden buruk bahwa Politik itu kotor melekat di benak publik yang sering dikecewakan pelaku dan lembaga politik. Mereka menyimak sambil geleng-geleng kepala melihat manuver tokoh politik berebut kuris dan pengaruh. Pada preseden buruk politik itu haruskah seorang Adhyaksa Dault terseret arus demi eksitensi politisnya? Haruskan dia meniadakan ke-Pramuka-an yang melekat secara formil pada dirinya? Ketika dunia politik Indonesia kontemporer selalu dirundung kegaduhan dan kehilangan kepercayaan publik, bagaimana seorang Pramuka Adhyakasa Dault harus berlaku? Menjadi pramuka aktif dan pada saat yang sama masuk dalam politik merupakan tantangan Adhyaksa Dault. Dia sebaiknya ; - Berani tampil beda dalam berpolitik, tak ikut-kutan gaya politik yang buruk. Jangan terpancing preseden politik yang berkembang. - Mampu menghadirkan jiwa dan perilaku seorang Pramuka dalam berpolitik. Jiwa luhur Tri Satya dan Dasa Dharma Pramuka hendaknya dia implementasikan dalam konsep politiknya, dan jadi acuan operasional setiap langkah politik di tengah piblik. - Bersikap Tidak takut kalah hanya karena tampail beda mengusung spirit pramuka. Harapan Publik Sudah lama bangsa ini tak merasakan Semangat Pramuka dalam sosok tokoh politik. Mereka ingin sosok pemimpin yang tak hanya ada dalam tataran teoritis. Dengan menghadirkan spirit pramuka aspek teoritis itu menjadi nyata di kancah politik nasional. Pramuka bukan kendaraan politis, namun merupakan medan pembentukan karakter yang sesungguhnya sebagai pemimpin idaman seluruh bagsa Indonesia. Akan sangat memalukan bila seorang kakak pembina berlaku tak tak sesuai Trisatya dan Dasa Darma Pramuka dalam kiprahnya di masyarakat. Malunya justru pada generasi muda, para tunas bangsa pemilik masa depan negara ini. Saya walau cuma mantan anggota Pramuka dari tingkat Siaga sampai Penegak sangat malu bila tak bercelana dihadapan adik-adik pramuka dan anak-anak muda harapan bangsa. Kalau di depan orang dewasa siih masih harus cuek